Senin, 25 Maret 2013

pengertian jihad



JIHAD, berarti mengerahkan segala kemampuan, atau berjuang menghadapi pelbagai kesulitan. Dalam hukum Islam, jihad mengandung usaha maksimal untuk menerapkan ajaran Islam serta memberantas kemungkaran dan kezhaliman, baik terhadap diri pribadi maupun masyarakat. Makna jihad dalam pengertian ini mencakup semua jenis ibadat yang bersifat zhahir maupun batin. Jihad dalam pengertian umum sebagaimana tersebut di atas diketemukan dalam perjuangan Rasulullah SAW  pada periode Makah maupun periode Madinah. Di dalam Alquran diketemukan  makna jihad seperti ini antara lain pada firman Allah surat al-Furqan/25:52 dan al-Haj/22:78. Di samping pengertian jihad di atas, dijumpai pengertian jihad dalam arti khusus, yaitu perang melawan musuh. Pengertian khusus inilah yang dibicarakan secara luas dalam buku-buku fiqih dan selalu dikaitkan dengan qitāl, harb, dan ghazwat (pertampuran, peperangan, dan ekspedisi). Jihad dalam ayat-ayat al-Qur'an yang turun pada periode Madinah (terutama setelah turunnya ayat yang mengizinkan perang), mengandung makna ganda yaitu mencakup pengertian khusus dan umum. Seperti firman Allah dalam surat at-Taubah/9:73, Hai Nabi, berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang munafik, serta bersikap keraslah terhadap mereka…Kemudian al-Nah/16:27, Sesunggubnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, juga orang orang yang memberi tempat kediaman dan bantuan (kepada muhajirin), mereka saling melindungi satu  sama lain. Dalam Mu‛jam Alfāz al-Qur'ān al-Karīm ditegaskan, kebanyakan kata jihad dalam al-Qur'an berarti mengerahkan segala kemampuan untuk penyebaran dakwah Islam serta mempertahankan dan melindunginya. Dengan demikian, pengertian jihad bukan terbatas pada perang (qitāl, harb dan ghazwat), tetapi mencakup segala bentuk kegiatan dan usaha yang sungguh-sungguh dalam rangka dakwah Islam, amar makruf  nahi munkar. Bertitik tolak dari pengertian jihad sebagaimana  disebutkan di atas, maka jihad berlangsung secara berkesinambungan baik dalam situasi aman maupun perang. Jihad merupakan soko guru yang sangat menentukan tegaknya ajaran Islam. Kehidupan aman, damai, sejahtera, dan bahagia akan terwujud selama jihad ditegakkan. Sebaliknya jika semangat jihad melemah, maka gairah bekerja akan pudar, sifat apatis, dan pengecut akan muncul yang akhirnya mengakibatkan kemunduran dan kehancuran. Ada beberapa hal yang menjadi latar belakang dan penyebab perlunya jihad dalam Islam, antara lain: mempertahankan diri, memberantas kezhaliman, mewujudkan keadilan, dan kebenaran (al-Baqarah/2:193 dan al-Nisa’/4:75-76). Tujuan jihad adalah, terlaksananya ajaran Islam. Perintah jihad dalam Alquran seringkali dikaitkan dengan sabīlillāh. Hakikat sabīlillāh adalah segala jalur atau usaha untuk mencapai ridla Allah dengan titik sentral pada perwujudan tauhid dalam bidang aqidah, kasih sayang dalam bidang akhlak, dan adil dalam bidang syari’at. Kata jihad dirangkaikan dengan sabīlillāh merupakan isyarat pelaksanaan jihad tidak boleh menyimpang dari norma-norma dan kaidah-kaidah yang telah ditentukan Allah. Perintah jihad telah dimulai sejak awal perjuangan Rasulullah pada periode Makah dan berlanjut sampai pada periode Madinah. Jihad tidak dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, tetapi berlaku secara berkesinambungan dan merupakan ciri khas yang menandai orang-orang beriman. Para ulama sependapat, hukum jihad adalah wajib berdasarkan suatu  nash yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah Rasul. Namun terdapat perbedaan pendapat tentang sifat wajibnya, apakah dibebankan atas setiap individu (wajib ‘ain) atau bersifat kolektif (wajib kifayah). Hal ini berpijak pada sudut pandang yang berbeda terhadap makna jihad. Apabila jihad diartikan sebagai perang secara fisik, maka hukumnya fardu kifāyah, dan apabila jihad dimaksudkan dalam pengertian umum, maka hukumnya fardu ‘ain, karena setiap muslim dapat melakukan jihad dengan hati, lisan, harta, kekuasaan, dan sebagainya. Dengan demikian, jihad merupakan kewajiban  setiap muslim sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing. Ditinjau dari segi pelaksanaannya, jihad dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: a) jihād mutlaq, b) jihād hujjat, c) jihad ‛ām. Ditinjau dari segi obyek atau sasaran jihad, Imam al-Raghib sebagaimana dikutip  Rasyid Ridha, membagi jihad kepada tiga macam, yaitu a) jihad terhadap musuh yang nyata, b) jihad terhadap setan, c) jihad terhadap hawa nafsu. Jika kita kembali merujuk kepada hadits Nabi, ternyata  jihad di medan laga disebut jihad asghar (jihad kecil) sedangkan jihad terhadap hawa nafsu disebut jid akbar (jihad besar). Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Jabir bahwa Nabi bersabda kepada dua orang sahabat yang baru kembali dari medan pertempuran: Kita kembali dari jihad asghar menuju jihad akbar. Sahabat bertanya, Apakah yang dimaksud jihad akbar? Nabi menjawab, Jihad akbar ialah jihad yang dilakukan seseorang terhadap hawa nafsunya. Jihad dan mujahid mendapat penghargaan yang tinggi dan memiliki keutamaan dalam Islam. Jihad disebut sebagai perniagaan (tijarat) yang menyelamatkan, menguntungkan, dan memperoleh maghfirah (ash-Shaffat/37:10-12). Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar (al-Nisa’/4:95). Jihad termasuk amal utama (HR. Bukhari Muslim), merupakan wisata (siyahah) bagi umat Islam (HR. Abu Daud), para mujahid merupakan manusia terbaik (HR. Bukhari). Demikian tingginya kedudukan dan keutamaan jihad, sehingga harus ditempatkan melebihi cinta terhadap orang tua, anak, saudara, istri, dan harta kekayaan. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Taubah/ 9:24, Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir.
KEPUSTAKAAN: Mahmud, Abdul Halim, al-Jihād dalam Kitāb al-Mu’tamar al- Rabi, 1968; Ibn Qayyim al-Jauziyah, Zād al- Ma‛ād, 1970; Ibn Qadamah, al-Mughnī, 1989;  Ibn Taimiyah, Majmū‛ Fatāwā, 1938; Majma‛ al-Lughah al-Arabiyah, Mu‛jam Alfāz  al-Qur'ān al-Karīm, t.th; al-Maraghi, Tafsīr al-Marāghī, 1990; al-Mawardi, al-Ahkam as-Sultāniyah, 1989; Musa Syahin Lasyin, Fath al-Mu‛īn Syarh Sahīh Muslim, 1990; Rasyid Ridha, Muhammad,Tafsīr al-Manār,  1989; Quthub, Sayid, Fi Dlilal Alquran, 1990.